TEORI MOTIVASI

TEORI MOTIVASI


1.      Teori motivasi Abraham Maslow
Piramida hirarki kebutuhan Maslow ini digunakan untuk memahami motivasi manusia. Apa yang membuat orang-orang untuk bekerja dan berbuat. Piramida ini juga digunakan untuk banyak pelatihan manajemen dan tentunya pelatihan pengembangan pribadi.
Berkat adanya hirarki kebutuhan maslow ini, para pemberi kerja semakin sadar akan tanggung jawab mereka. Hal ini mendorong pemberi kerja untuk menyediakan lingkungan kerja yang mendorong dan memungkinkan karyawan untuk memenuhi potensi mereka sendiri unik (aktualisasi diri).
Abraham Maslow kemudian menerbitkan sebuah buku motivasi dan kepribadian yang diterbitkan pada tahun 1954 (edisi kedua 1970). Buku ini memaparkan ide-ide Maslow dan aplikasinya dalam dunia kerja. Buku ini menjadi perhatian banyak orang sehingga menjadi buku referensi dalam pengembangan diri. Bahkan seorang akademisi di bidang psikologi motivasi, Richard Lowry, menerbitkan buku yang didasarkan dari buku Maslow ini.
Abraham Maslow lahir di New York pada tahun 1908. Ia hidup selama 62 tahun dan meninggal pada tahun 1970. Berbagai publikasi telah berkali-kali ia terbitkan. Maslow mendapatkan PhD di bidang psikologi pada tahun 1934 di University of Wisconsin. Ia memiliki ketertarikan sendiri dalam hal meneliti tentang motivasi. Maslow kemudian pindah ke New York Brooklyn College.
Dalam versi pertama, piramida hirarki kebutuhan Maslow terdiri dari lima tahapan yang didasarkan dari pengalaman dan perenungan diri Maslow sendiri. Adapun versi terbaru dari hirarki kebutuhan Maslow yang dikenal sekarang, tidaklah jelas apakah buatan Maslow atau orang yang mengikuti pemikiran Maslow. Dalam teori terbaru Maslow tentang motivasi, dikatakan bahwa terdapat orang termotivasi dikarenakan faktor kognitif, estetik dan transendensi. Namun hal itu terpisah dari piramida kebutuhan Maslow itu sendiri.
Jika anda menemukan versi tambahan tentang piramida kebutuhan Maslow, maka bisa dipastikan hal itu merupakan penafsiran peneliti/penulis lain atas pemikiran Maslow. Dalam versi terbaru, anda akan menemukan model dan diagram yang terdiri dari tujuh dan delapan-tahap hirarki kebutuhan.
Jika kita runut, ada sangat banyak interpretasi dari hirarki kebutuhan Maslow. Dalam artikel ini, anda akan membaca interpretasi saya atas paparan Maslow. Yang menarik adalah dalam buku motivasi dan kepribadian Maslow tentang hirarki kebutuhan, tidak ada satupun gambar piramida yang muncul.
Penjelasan motivasi dari hirarki kebutuhan maslow
Sahabat motivasi, pernahkah kita perhatikan ramainya pagi hari ketika orang-orang hendak ke kantor. Banyak diantara kita yang rela macet berjam-jam untuk berangkat ke tempat kerja. Kenapa ada orang tergerak sedemikian rupa sehingga mau berjibaku melakukan sesuatu? dan kenapa pula ada orang yang tidak tergerak sebegitunya untuk melakukan hal itu?
Setiap orang, tergerak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu didorong oleh suatu kebutuhan. Anda makan, minum, mencari teman, menghadiri kondangan, dan lain sebagainya karena ada kebutuhan yang ingin dipenuhi.
Diantara sekian banyak kebutuhan yang ada, ternyata ada sejumlah kebutuhan dasar bawaan yang perlu dipenuhi seseorang. Kebutuhan dasar bawaan ini sudah ada dari ribuan tahun yang lalu. zaman bisa saja berubah, tapi kebutuhannya tidak berubah. Hirarki kebutuhan yang Abraham Maslow buat bisa membantu menjelaskan bagaimana kebutuhan ini menjadi sebuah motivasi bagi diri kita.
Logikanya, ketika seseorang memiliki suatu kebutuhan, maka ia bergerak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan itu kemudian menjadi motivasi bagi yang bersangkutan. Dan menurut Maslow, yang paling pertama menggerakan seseorang adalah kebutuhan untuk menjamin keberlangsungan hidup.
Teori Motivasi Kerja Maslow, Kebutuhan Fisiologis
Tahap pertama dalam Hierarki Kebutuhan Maslow
Motivasi paling dasar bukanlah uang, tapi bagi manusia kebutuhan paling dasarnya adalah kebutuhan untuk bertahan hidup. Seseorang perlu bernafas, makan, minum, tidur, buang air, dan lain sebagainya. Hal ini perlu diketahui oleh seseorang, karena sebelum ditemukan uang sekalipun seorang manusia tetap bisa memenuhi kebutuhan tersebut di atas.
Sesungguhnya, terutama di Indonesia, kebutuhan seperti ini bukanlah hal yang sulit didapat. Manusia Indonesia hidup di negeri yang gemah ripah loh jinawi. Normalnya, sumber makanan begitu mudah di dapat, sumber minuman begitu dekat, dan iklimnya relatif bersahabat. Hal ini berbanding terbalik dengan di beberapa negara di Afrika yang alamnya begitu kering. Bertolak belakang juga di beberapa negara yang ada di Eropa karena iklimnya cukup ekstrim. Mereka punya dorongan yang begitu kuat untuk “sekedar” bertahan hidup.
Teori Motivasi Kerja Maslow, Kebutuhan Rasa Aman
Tahap kedua dalam Hierarki Kebutuhan Maslow
Setelah kebutuhan akan keberlangsungan hidup terpenuhi, seseorang terdorong untuk memenuhi rasa aman. Yang diinginkan adalah keamanan pada diri, kesehatan, barang kepemilikan dan lain sebagainya. Orang jaman dahulu, setelah memastikan bisa makan, minum, tidur, mereka akan memperhatikan tentang keamanan diri dan keluarganya.
Itulah mengapa, sejumlah tempat tinggal dibuat dengan desain aman dari serangan predator. Misalnya saja rumah panggung, yang salah satunya dimaksudkan untuk keamanan diri. Orang purba pun jika memilih gua sebisa mungkin di tempat yang aman dari serangan predator.
Di zaman sekarang, kebutuhan akan rasa aman ini berkembang. Misalnya saja manusia modern bergerak mencari rasa aman dalam pekerjaan. Terutama di Indonesia, pekerjaan menjadi pegawai pemerintah atau PNS menjadi sangat favorit bagi si pekerja, orang tua si pekerja atau (calon) mertua si pekerja. Orang termotivasi mendaftar menjadi PNS karena dorongan kebutuhan akan rasa aman atas penghasilan, jaminan kesehatan dan kepastian kerja (sulit dipecat).
Di negara Skandinavia, kebutuhan akan rasa aman atas kesehatan, kepastian mendapatkan pendidikan, dan kebutuhan dasar lainnya telah dipenuhi kepada setiap warga negaranya. Hal ini dimungkinkan karena sifat negaranya berupa welfare state. Indonesia sebenarnya sangat akrab dengan konsep ini. Namun dalam pelaksanaannya sampai sekarang belum cukup sempurna.
Teori Motivasi Kerja Maslow, Kebutuhan Cinta dan Pertemanan
Tahap ketiga dalam Hierarki Kebutuhan Maslow
Tahap berikutnya dalam hierarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan rasa sosial. Seseorang membutuhkan pertemanan, keluarga, dan keintiman. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk sosial. Bahkan seorang Adam yang sudah menikmati surga, merasa kesepian karena tidak memiliki pasangan hidup.
Bagi orang Indonesia, kebutuhan akan rasa sosial ini cukup menonjol. Mungkin dikarenakan hidup di Indonesia relatif mudah memenuhi kebutuhan tahap 1 dan 2 Maslow, maka orang Indonesia langsung masuk ke tahap 3 ini. Orang Indonesia dikenal sebagai manusia yang suka guyub, ngeriung, ngumpul-ngumpul.
Kebutuhan yang ketiga inilah juga yang kadang defisit diterima oleh kaum jomblo. Meskipun memiliki banyak teman, kaum jomblo terkadang merasa miskin kasih sayang. Hal ini kemudian coba dipenuhi oleh mereka dengan memasang status nelangsa di media sosial. Sebenarnya jika dipahami, rasa kasih sayang ini bisa didapatkan dari orang tua. Namun dikarenakan mungkin karena berjarak dengan orang tua dan lebih dekat ke sebaya, akhirnya kasih sayang dari orang tua ini diabaikan.
Teori Motivasi Kerja Maslow, Kebutuhan Penghargaan Diri
Tahap keempat dalam Hierarki Kebutuhan Maslow
Kebutuhan akan pengakuan merupakan tahap keempat dalam hirarki kebutuhan Maslow. Setelah kebutuhan keberlangsungan hidup, rasa aman, dan sosial terpenuhi, secara alamiah orang akan masuk ke tahap keempat ini.
Pernahkan sobat membaca komik Naruto? Jika diperhatikan, sebenarnya isi komik Naruto dipicu oleh kebutuhan akan pengakuan. Naruto ingin diakui di desanya sebagai orang yang hebat, berbakat, dan calon pemimpin. Hal ini coba diwujudkan Naruto dengan berbuat onar yang efeknya justru berkebalikan. Sebenarnya yang Naruto coba lakukan adalah agar mendapatkan perhatian dan setelah itu diakui oleh lingkungannya.
Kebutuhan akan penghargaan ini berkembang di tiap tahapan usia seseorang. Seorang remaja ingin sekali dihargai oleh orang tua dan kawannya sebagai orang yang keren, dewasa, dan semacamnya. Ternyata, semakin tua, kadang rasa ini semakin kuat. “Kamu tidak tahu siapa saya?”, begitu kata-kata yang umum diucapkan oleh orang yang arogan di sinetron. Kata-kata itu sebenarnya merupakan wujud dari keinginan untuk dihargai orang lain.
Jika seseorang sudah cukup dewasa, kebutuhan akan penghargaan ini akan dipenuhi oleh dirinya sendiri. Diri mereka sendirilah yang lebih dulu memberikan penghargaan dan penghormatan pada diri sendiri. Hal inilah yang kemudian menjadi sebuah kepercayaan diri. Sebuah kepercayaan diri yang sifatnya lebih kuat dan kekal, dibandingan kepercayaan diri yang didapat dari hal yang bersifat semu. Kepercayaan diri yang bersifat semu antara lain digantungkan pada atribut harta, kepemilikan akan sesuatu, dan semacamnya.
Teori Motivasi Kerja Maslow, Kebutuhan Aktualisasi Diri
Tahap kelima dalam Hierarki Kebutuhan Maslow
Ini dia tahapan tertinggi dalam hierarki kebutuhan versi asli Maslow, kebutuhan akan aktualisasi diri. Sebagian besar manusia ingin hidup dan memberikan makna dalam hidupnya. Menurut Maslow, orang yang dalam tahap aktualisasi diri ini akhirnya mengenali dirinya dan berusaha hidup, memegang nilai-nilai, memecahkan masalah, menilai sesuatu, mengolah data informasi, berdasarkan apa yang dia yakini.
Manurut Maslow, orang melakukan sesuatu karena ingin melakukan sesuatu. Contoh paling nyata adalah orang-orang yang maju dalam kampanye kepresidenan. Di Amerika sekarang ini, seorang multi milyuner, Donald Trump mengajukan dirinya menjadi presiden Amerika Serikat. Jika dipikirkan, mau apa lagi Donald Trump dalam hidupnya. Makan minum sudah terjamin, rasa aman pribadi sudah didapat, teman sudah banyak, penghargaan sekitar juga sudah didapat, tapi tampaknya ia ingin mengaktualisasikan dirinya dalam pencalonan presidennya.
Begitu juga sejumlah enterpreneur yang unik, seperti Richard Bronson, dia tampak menjalankan bisnisnya sebagai aktualisasi dirinya. Juga tidak lupa sejumlah orang yang mengabdikan dirinya untuk kegiatan sosial, seperti Muhamad Yunus dengan Grameen Bank nya, Jessica Jackley dan Matt Flanery dengan Kiva Microfundsnya, dan Muhamad Sowwam dengan Sedekah Airnya. Mereka semua tampak tergerak sebagian besar karena value/nilai yang diyakininya. Ada semangat aktualisasi diri di sana.
Dalam keseharianpun kita sering kali melihat perilaku seseorang dikarenakan ingin mengaktualisasikan diri. Ada orang yang melakukan sesuatu bukan untuk bertahan hidup, bukan untuk pemenuhan rasa aman, bukan pula untuk mencari teman, dan juga bukan pula karena ingin dihargai, namun lebih karena memang nilai yang ia yakini.
Kesimpulan Teori Motivasi Maslow
Model yang Maslow buat ini dikembangkan pada periode tahun 1943 sampai 1954. Hirarki kebutuhan ini kemudian dijadikan pegangan dalam memotivasi dan pengembangan kepribadian. Tentu seiring perkembangan zaman, model ini juga terus berkembang. Jika Maslow mengajukan 5 tahap kebutuhan, para peneliti setelah Maslow mengembangkan teorinya menjadi 7 tahap hirarki kebutuhan, dan bahkan ada yang 8 tahap hirarki kebutuhan.
Entah itu teori Maslow 5 tingkat, 7 tingkat, ataupun 8 tingkat, yang terpenting adalah mengetahui penggunaan teori ini. Tentu sulit bagi seseorang untuk aktualisasi diri di tingkat 5, jika bahkan kebutuhan-kebutuhan dasarnya belum terpenuhi. Atau kita jadi lebih tahu, perilaku yang tampak seperti aktualisasi diri (level 5) jangan-jangan didorong oleh motif untuk mendapatkan teman semata (level 3).
Semoga dengan mengetahui teori motivasi kerja oleh Abraham Maslow ini bisa memperkaya pengetahuan dan kemampuan kita dalam memotivasi dan mengembangkan diri.

2 teori motivasi Douglas McGregor (1906-1964

Pada tahun 1950, Douglas McGregor (1906-1964), seorang psikolog yang mengajar di MIT dan menjabat sebagai presiden Antioch College 1.948-1.954, mengkritik baik klasik dan hubungan manusia tidak memadai untuk sekolah sebagai kenyataan di tempat kerja. Dia percaya bahwa asumsi yang mendasari kedua sekolah mewakili pandangan negatif tentang sifat manusia dan pendekatan lain yang berdasarkan manajemen yang sama sekali berbeda serangkaian asumsi yang diperlukan. McGregor meletakkan ide-idenya dalam buku klasiknya 1957 artikel berjudul"The Human Side of Enterprise" dan buku tahun 1960 dengan nama yang sama, di mana ia memperkenalkan apa yang kemudian disebut humanisme baru. McGregor menyatakan bahwa pendekatan konvensional untuk mengelola didasarkan pada tiga proposisi utama, yang disebut Teori X:

1.Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari usaha produktif uang, bahan, peralatan, dan orang dalam kepentingan ekonomi berakhir.

2.Menghormati orang lain, ini adalah proses mengarahkan usaha mereka, memotivasi mereka, mengendalikan tindakan mereka, dan memodifikasi perilaku mereka agar sesuai dengan kebutuhan organisasi.

3.Tanpa intervensi aktif oleh manajemen, orang akan pasif bahkan resisten (
perilaku bertahan, berusaha melawan, menentang atau upaya oposisi pada umumnya sikap ini tidak berdasarkan atau merujuk pada paham yang jelas.) untuk kebutuhan organisasi. Oleh karena itu, mereka harus dibujuk, dihargai, dihukum, dan dikendalikan. Kegiatan mereka harus diarahkan.Tugas manajemen yang demikian hanya menyelesaikan sesuatu.

Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Teori ini juga menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah:

1.Tidak menyukai bekerja

2.Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah

3.Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.

4.Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.

5.Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.

Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengarahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja. Secara keseluruhan asumsi teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut:

1.Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan Kepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.

2.Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.

3.Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.

4.Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.

5.Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.

Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, Mc Gregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut McGregor, manajemen ajaran ini didasarkan pada asumsi kurang eksplisit tentang sifat manusia.Yang pertama dari asumsi ini adalah bahwa individu tidak suka bekerja dan akan berubah jika ada kemauan. Asumsi selanjutnya adalah bahwa manusia tidak ingin tanggung jawab dan keinginan eksplisit arah. Selain itu, individu diasumsikan individu menempatkan keprihatinan di atas bahwa organisasi tempat mereka bekerja dan untuk menolak perubahan, keamanan menilai lebih dari pertimbangan-pertimbangan lain di tempat kerja. Akhirnya, manusia diasumsikan mudah dimanipulasi dan dikendalikan.

McGregor berpendapat bahwa baik klasik dan pendekatan hubungan manusia tergantung manajemen sama ini serangkaian asumsi. Gaya keras menyebabkan manajemen pembatasan output, saling tidak percaya, unionism, dan bahkan sabotase. McGregor disebut gaya kedua manajemen "lunak" dan mengidentifikasi metode-metode sebagai permisif dan kebutuhan kepuasan. McGregor menyarankan bahwa gaya lembut manajemen sering mengarah ke manajer 'kegagalan untuk melakukan peran manajerial mereka. level. Ia juga menunjukkan bahwa karyawan sering mengambil keuntungan dari manajer yang terlalu permisif dengan menuntut lebih banyak, melainkan tampil di tingkat yang lebih rendah.

Mc.Gregor tertarik pada karya Abraham Maslow (1908-1970) untuk menjelaskan mengapa asumsi Teori X tidak efektif menyebabkan manajemen. Maslow telah mengusulkan bahwa kebutuhan manusia diatur dalam tingkat, dengan kebutuhan fisik dan keamanan di bagian bawah hierarki kebutuhan dan sosial, ego, dan kebutuhan aktualisasi diri di tingkat atas hirarki.

Titik dasar Maslow adalah bahwa begitu suatu kebutuhan terpenuhi, itu tidak lagi memotivasi perilaku; demikian, hanya tidak terpenuhi kebutuhan motivasi. McGregor menyatakan bahwa sebagian besar karyawan sudah mempunyai dan keselamatan fisik mereka pemenuhan kebutuhan dan motivasi bahwa penekanan telah bergeser ke sosial, ego, dan kebutuhan aktualisasi diri. McGregor mengajukan asumsi tersebut, yang ia percaya dapat menyebabkan lebih banyak manajemen yang efektif dari orang-orang dalam organisasi, di bawah rubrik Teori Y. proposisi utama dari Teori Y adalah sebagai berikut:

1.Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari usaha produktif-uang, bahan, peralatan, dan orang-orang dalam kepentingan ekonomi berakhir.

2.Orang tidak dengan sifat pasif atau resisten terhadap kebutuhan organisasi. Mereka telah menjadi begitu sebagai hasil dari pengalaman dalam organisasi.

3.Motivasi, pengembangan potensi, kapasitas untuk mengasumsikan tanggung jawab, dan kesiapan untuk mengarahkan perilaku ke arah tujuan organisasi semuanya hadir dalam orang-manajemen tidak menempatkan mereka di sana. Ini adalah tanggung jawab manajemen untuk memungkinkan orang untuk mengenali dan mengembangkan karakteristik manusia ini untuk diri mereka sendiri.

4.Tugas pokok manajemen adalah untuk mengatur kondisi organisasi dan metode operasi agar orang dapat mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri dengan mengarahkan usaha mereka ke arah tujuan-tujuan organisasi.

Dengan demikian, Teori Y pada intinya memiliki asumsi bahwa upaya fisik dan mental yang terlibat dalam pekerjaan adalah wajar dan bahwa individu secara aktif mencari untuk terlibat dalam pekerjaan. Ini juga menganggap bahwa pengawasan yang ketat dan ancaman hukuman bukan satu-satunya alat atau bahkan cara-cara terbaik untuk membujuk karyawan untuk mengarahkan usaha produktif. Sebaliknya, jika diberi kesempatan, karyawan akan menampilkan motivasi diri untuk mengajukan upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

Dengan demikian, menghindari tanggung jawab bukan merupakan kualitas yang melekat sifat manusia, individu akan benar-benar mencarinya di bawah kondisi yang tepat. Teori Y juga beranggapan bahwa kemampuan untuk menjadi inovatif dan kreatif ada di antara yang besar, daripada segmen kecil dari populasi. terkait dengan pekerjaan, keinginan individu imbalan yang memuaskan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Meskipun McGregor tidak percaya bahwa adalah mungkin untuk membuat yang benar-benar tipe Teori Y-organisasi pada 1950-an, ia tidak percaya bahwa asumsi-asumsi Teori Y akan mengarah pada manajemen yang lebih efektif. Dia mengidentifikasi beberapa pendekatan untuk manajemen bahwa ia merasa telah konsisten dengan ajaran Teori Y. Ini termasuk desentralisasi wewenang pengambilan keputusan, pendelegasian, pekerjaan pembesaran, dan partisipatif manajemen. Program pengayaan pekerjaan yang dimulai pada 1960-an dan 1970-an juga adalah konsisten dengan asumsi Teori Y. Pada 1970-an, 1980-an, dan 1990-an, konseptualisasi McGregor Teori X dan Teori Y sering digunakan sebagai dasar untuk diskusi gaya manajemen, karyawan keterlibatan, dan motivasi pekerja.

Beberapa penulis menyarankan bahwa organisasi pelaksana Teori Y cenderung untuk kembali ke Teori X dalam ekonomi sulit kali. Lain menyarankan bahwa Teori Y tidak selalu lebih efektif daripada Teori X, tetapi bahwa kemungkinan dari setiap situasi manajerial yang ditentukan dari pendekatan ini lebih sesuai. Yang lain menyarankan ekstensi untuk Teori Y. Salah satunya, William Ouchi's Theory Z, mencoba untuk menggabungkan kekuatan Amerika berdasarkan filosofi manajemen Teori Y dengan filosofi manajemen Jepang.


Pada tahun 1950, Douglas McGregor (1906-1964), seorang psikolog yang mengajar di MIT dan menjabat sebagai presiden Antioch College 1.948-1.954, mengkritik baik klasik dan hubungan manusia tidak memadai untuk sekolah sebagai kenyataan di tempat kerja. Dia percaya bahwa asumsi yang mendasari kedua sekolah mewakili pandangan negatif tentang sifat manusia dan pendekatan lain yang berdasarkan manajemen yang sama sekali berbeda serangkaian asumsi yang diperlukan. McGregor meletakkan ide-idenya dalam buku klasiknya 1957 artikel berjudul "The Human Side of Enterprise" dan buku tahun 1960 dengan nama yang sama, di mana ia memperkenalkan apa yang kemudian disebut humanisme baru. McGregor menyatakan bahwa pendekatan konvensional untuk mengelola didasarkan pada tiga proposisi utama, yang disebut Teori X:

1.Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari usaha produktif-uang, bahan, peralatan, dan orang-dalam kepentingan ekonomi berakhir.

2.Menghormati orang lain, ini adalah proses mengarahkan usaha mereka, memotivasi mereka, mengendalikan tindakan mereka, dan memodifikasi perilaku mereka agar sesuai dengan kebutuhan organisasi.

3.Tanpa intervensi aktif oleh manajemen, orang akan pasif-bahkan resisten-untuk kebutuhan organisasi. Oleh karena itu mereka harus dibujuk, dihargai, dihukum, dan dikendalikan. Kegiatan mereka harus diarahkan.Tugas manajemen yang demikian hanya menyelesaikan sesuatu.

Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Teori ini juga menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah:

1.Tidak menyukai bekerja

2.Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah

3.Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.

4.Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.

5.Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.

Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengarahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja. Secara keseluruhan asumsi teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut:

1.Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan Kepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.

2.Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.

3.Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.

4.Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.

5.Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.

Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, Mc Gregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut McGregor, manajemen ajaran ini didasarkan pada asumsi kurang eksplisit tentang sifat manusia.Yang pertama dari asumsi ini adalah bahwa individu tidak suka bekerja dan akan berubah jika ada kemauan. Asumsi selanjutnya adalah bahwa manusia tidak ingin tanggung jawab dan keinginan eksplisit arah. Selain itu, individu diasumsikan individu menempatkan keprihatinan di atas bahwa organisasi tempat mereka bekerja dan untuk menolak perubahan, keamanan menilai lebih dari pertimbangan-pertimbangan lain di tempat kerja. Akhirnya, manusia diasumsikan mudah dimanipulasi dan dikendalikan.

McGregor berpendapat bahwa baik klasik dan pendekatan hubungan manusia tergantung manajemen sama ini serangkaian asumsi. Gaya keras menyebabkan manajemen pembatasan output, saling tidak percaya, unionism, dan bahkan sabotase. McGregor disebut gaya kedua manajemen "lunak" dan mengidentifikasi metode-metode sebagai permisif dan kebutuhan kepuasan. McGregor menyarankan bahwa gaya lembut manajemen sering mengarah ke manajer 'kegagalan untuk melakukan peran manajerial mereka. level. Ia juga menunjukkan bahwa karyawan sering mengambil keuntungan dari manajer yang terlalu permisif dengan menuntut lebih banyak, melainkan tampil di tingkat yang lebih rendah.

Mc.Gregor tertarik pada karya Abraham Maslow (1908-1970) untuk menjelaskan mengapa asumsi Teori X tidak efektif menyebabkan manajemen. Maslow telah mengusulkan bahwa kebutuhan manusia diatur dalam tingkat, dengan kebutuhan fisik dan keamanan di bagian bawah hierarki kebutuhan dan sosial, ego, dan kebutuhan aktualisasi diri di tingkat atas hirarki.

Titik dasar Maslow adalah bahwa begitu suatu kebutuhan terpenuhi, itu tidak lagi memotivasi perilaku; demikian, hanya tidak terpenuhi kebutuhan motivasi. McGregor menyatakan bahwa sebagian besar karyawan sudah mempunyai dan keselamatan fisik mereka pemenuhan kebutuhan dan motivasi bahwa penekanan telah bergeser ke sosial, ego, dan kebutuhan aktualisasi diri. McGregor mengajukan asumsi tersebut, yang ia percaya dapat menyebabkan lebih banyak manajemen yang efektif dari orang-orang dalam organisasi, di bawah rubrik Teori Y. proposisi utama dari Teori Y adalah sebagai berikut:

1.Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari usaha produktif-uang, bahan, peralatan, dan orang-orang dalam kepentingan ekonomi berakhir.

2.Orang tidak dengan sifat pasif atau resisten terhadap kebutuhan organisasi. Mereka telah menjadi begitu sebagai hasil dari pengalaman dalam organisasi.

3.Motivasi, pengembangan potensi, kapasitas untuk mengasumsikan tanggung jawab, dan kesiapan untuk mengarahkan perilaku ke arah tujuan organisasi semuanya hadir dalam orang-manajemen tidak menempatkan mereka di sana. Ini adalah tanggung jawab manajemen untuk memungkinkan orang untuk mengenali dan mengembangkan karakteristik manusia ini untuk diri mereka sendiri.

4.Tugas pokok manajemen adalah untuk mengatur kondisi organisasi dan metode operasi agar orang dapat mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri dengan mengarahkan usaha mereka ke arah tujuan-tujuan organisasi.

Dengan demikian, Teori Y pada intinya memiliki asumsi bahwa upaya fisik dan mental yang terlibat dalam pekerjaan adalah wajar dan bahwa individu secara aktif mencari untuk terlibat dalam pekerjaan. Ini juga menganggap bahwa pengawasan yang ketat dan ancaman hukuman bukan satu-satunya alat atau bahkan cara-cara terbaik untuk membujuk karyawan untuk mengarahkan usaha produktif. Sebaliknya, jika diberi kesempatan, karyawan akan menampilkan motivasi diri untuk mengajukan upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

Dengan demikian, menghindari tanggung jawab bukan merupakan kualitas yang melekat sifat manusia, individu akan benar-benar mencarinya di bawah kondisi yang tepat. Teori Y juga beranggapan bahwa kemampuan untuk menjadi inovatif dan kreatif ada di antara yang besar, daripada segmen kecil dari populasi. Dia mengidentifikasi beberapa pendekatan untuk manajemen bahwa ia merasa telah konsisten dengan ajaran Teori Y. Ini termasuk desentralisasi wewenang pengambilan keputusan, pendelegasian, pekerjaan pembesaran, dan partisipatif manajemen. Program pengayaan pekerjaan yang dimulai pada 1960-an dan 1970-an juga adalah konsisten dengan asumsi Teori Y. Pada 1970-an, 1980-an, dan 1990-an, konseptualisasi McGregor Teori X dan Teori Y sering digunakan sebagai dasar untuk diskusi gaya manajemen, karyawan keterlibatan, dan motivasi pekerja.

Beberapa penulis menyarankan bahwa organisasi pelaksana Teori Y cenderung untuk kembali ke Teori X dalam ekonomi sulit kali. Lain menyarankan bahwa Teori Y tidak selalu lebih efektif daripada Teori X, tetapi bahwa kemungkinan dari setiap situasi manajerial yang ditentukan dari pendekatan ini lebih sesuai. Yang lain menyarankan ekstensi untuk Teori Y

3 Teori Motivasi Tentang Kebutuhan McClelland

McClelland dikenal terutama untuk karyanya yang terkait dengan motivasi. Penelitiannya kemudian berkembang menjadi penelitian tentang kepribadian dan kesadaran pemikiran manusia. Penelitian McClelland ternyata merupakan suatu rintisan tentang motivasi dalam berprestasi di tempat kerja. Ia mengusulkan perbaikan dalam metode dalam menilai prestasi kerja seseorang dan pengukuran kinerja berbasis kompetensi. McClelland mengkritisi pandangan tentang tes kepribadian tradisional yang sekedar didasarkan pada IQ semata. Idenya ini diadopsi di banyak organisasi, dan berhubungan erat dengan teori higiene milik Frederick Herzberg.
Dalam penelitiannya David McClelland memperkenalkan tiga jenis kebutuhan motivasi, yaitu:
·         Motivasi untuk mencapai prestasi (Need for Achievement/n-ach)
·         Motivasi untuk mendapat kekuasaan/otoritas (Need for Power/n-pow)
·         Motivasi untuk bisa berafiliasi (Need for Affiliation/n-affil)
Teori motivasi kerja McClelland ini bermanfaat bagi para pemberi kerja dan si pekerja itu sendiri. Dengan mengetahui apa yang secara hakiki memotivasi seseorang, maka terbukalah kesempatan bagi si pribadi untuk mengembangkan diri. Dengan mengetahui teori McClelland ini, seseorang juga akan mampu melakukan pendekatan yang tepat untuk memotivasi rekan kerja maupun bawahannya.

Teori Kebutuhan McClelland, Motivasi untuk Berprestasi (n-Ach)


Seorang pekerja di sebuah perusahaan tiba-tiba saja ditawari pekerjaan dari perusahaan pesaing. Di tempat yang lain itu, si pekerja ditawarkan posisi yang lebih tinggi serta gaji yang lebih besar. Tapi orang ini memutuskan untuk tidak pindah. Ketika ditelisik, ternyata sang pekerja tidak pindah karena dijanjikan tantangan pekerjaan baru yang menantang. Jika dilihat sekilas, kasus seperti agak aneh. Kenapa ada orang yang tidak tertarik dengan gaji dan posisi, tapi malah tergerak akan tantangan kerja.
Bagi sebagian orang, faktor yang mampu memacu bekerja dan bergerak adalah dorongan untuk mencetak suatu pencapaian. Tipe seperti ini dikenal dalam teori kebutuhan McClelland adalah tipe N-ach. Orang yang termotivasi dengan motivasi dan  pencapaian menyukai tantangan. Orang tipe ini tidak menyukai pekerjaan yang stagnan. Tipe n-Ach menyukai pekerjaan yang dinamis dan menyediakan ruang untuk berkembang.
Bagi Manajer atau pimpinan yang memiliki anak buah dengan tipe n-Ach tinggi, maka perlu untuk secara aktif memberikan umpan balik. Pimpinan perlu memberitahukan apakah orang tipe n-Ach telah mengalami suatu progres perkembangan atau tidak. Rasa keberhasilan yang ada dalam diri orang tipe n-Ach adalah ketika mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya. Komunikasikan target ini dengan baik, sediakan ruang yang cukup untuk berkembang, serta berikan umpan balik yang membangun, maka anda bisa memotivasi orang-orang tipe n-Ach.

Teori Kebutuhan McClelland, Motivasi untuk Mendapat Otoritas (n-Pow)


Salah seorang pegawai berprestasi dari suatu instansi pemerintahan mendapatkan insentif yang menarik untuk melanjutkan studi strata dua nya di luar negeri. Tidak berhenti disitu saja, pegawai ini ternyata juga diberikan lagi beasiswa untuk studi S-3 nya. Hitungan take home pay dari pegawai pemerintah ini juga terhitung lumayan.
Tantangan pekerjaannya juga cukup tinggi. Nilai plus lainnya adalah waktu kerja yang sangat manusiawi, berangkat dan pulang kantor masih bertemu matahari. Namun pegawai ini tidak kunjung di promosi di posisi kerjanya. Akhirnya pekerja ini pun minggat pindah tempat kerja.
Harta, Tahta, Wanita, adalah ucapan yang berlaku umum. Terutama pada bagian tahta, ternyata hal ini juga diteliti oleh McClelland. Lebih baik menjadi kepala cicak daripada menjadi buntut harimau. Memegang kekuasaan dan otoritas ternyata membuat seseorang tergerak dan bersemangat untuk mencapai targetannya.
Orang dengan tipe n-Pow menginginkan kebebasan ruang untuk bergerak dan memerintah diri. Orang tipe ini memiliki dorongan yang kuat untuk mendapatkan pengaruh dan memberikan dampak ke sekitar. Dorongan untuk memimpin/memerintah/menyuruh bagi orang dengan n-Pow yang tinggi sangat besar. Mereka ingin menang. Terkadang orang dengan-Pow tinggi juga punya keinginan untuk meningkatkan status pribadi dan prestise.

Teori Kebutuhan McClelland, Motivasi untuk Berafiliasi (n-Affil)

Mangan ora mangan asal ngumpul. Ini dia peribahasa yang diyakini banyak orang Indonesia. Karena faktor budaya juga, kebanyakan orang Indonesia mempunyai kebutuhan n-Affil yang besar. Para pekerja dengan n-Affil yang tinggi memiliki kebutuhan untuk berhubungan dan beramah tamah. Mereka baru akan termotivasi jika melakukan interaksi dengan orang lain dengan cukup.
Orang dengan tipe n-Affil tinggi berusaha untuk mendapatkan penerimaan dan diterima oleh lingkungan sekitarnya. Manusia tipe ini akan terpenuhi kebutuhannya dan termotivasi bergerak atau tidak bergerak dikarenakan alasan lingkungan/afiliasi. Ada kecendurangan dengan n-Affil untuk melakukan hal yang populer. Jika di tempat kerja, orang-orang ini cocok bekerja dalam tim.
Pada dasarnya kebanyakan orang memiliki perpaduan dari ketiga karakteristik ini. Perpaduan tersebut mempengaruhi perilaku dan gaya kerja mereka. Terkadang terdapat dorongan yang kuat dari salah satu karakteristik ini. Ada yang dominan dari ketiga gaya tersebut.
Jika n-Affil dari seseorang sangat kuat, maka motivasinya haruslah disesuaikan. Mereka punya motif untuk disukai. Orang dengan n-Pow yang kuat akan menunjukan etos kerja dan komitmen pada organisasi. Selain itu, orang dengan n-Pow tertarik pada peran kepemimpinan. Namun kekurangannya adalah mereka mungkin tidak memiliki fleksibilitas yang sebenarnya dibutuhkan ketika bekerja dalam tim. Untuk tipe n-Ach yang kuat biasanya punya kecenderungan untuk menjadi pemimpin yang terbaik. Sisi lainnya adalah ada kecenderungan permintaan terlalu banyak ke staf mereka (demanding).

Insight Penelitian David McClelland atas Tipe N-Ach

Dari penelitiannya, McClelland secara khusus memberi sejumlah insight pemikiran terkait motivasi dan dorongan kebutuhan dari orang-orang tipe N-Ach, antara lain:
·         Insight Teori McClelland, Keinginan untuk mendapatkan capaian lebih penting daripada imbalan finansial. Manusia akan merasa lebih menghargai dirinya dan puas dalam bekerja ketika mereka merasa telah mencapai sesuatu. Uang atau finansial itu penting, namun tidak cukup memotivasi. Menurut teori motivasi Herzberg, uang itu hanyalah faktor hygiene. Sedangkan faktor yang memotivasi, menurut McClelland adalah kebutuhan untuk berprestasi dan mendapatkan capaian.
·         Berprestasi dan mencapai targetan tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan. Pujian dan pengakuan hanyalah efek samping saja bagi tipe n-Ach. Kepuasan mencapai target itulah ganjaran yang paling dicari sebenarnya.
·         Tipe n-Ach membutuhkan umpan balik dari sekitar. Mereka perlu merasa ada progres atau patokan apakah yang dijalaninya telah on the track atau belum. Umpan balik yang diharapkan adalah umpan balik yang objektif, faktual, dan jelas.
·         Bagi orang dengan n-Ach tinggi memiliki keinginan untuk terus memperbaiki diri. Mereka membutuhkan ruang yang fleksibel untuk menetapkan tujuannya, entah itu di bidang penjualan, manajemen bisnis, dan kewirausahaan.
McClelland secara tegas yakin bahwa orang dengan tipe n-Ach akan membuat hal yang dikonsepkan bisa terjadi dan berhasil. N-Ach akan menggunakan setiap orang dan sumber daya untuk membantunya mencapai tujuan. Dikarenakan hal ini maka banyak diantara staf mereka yang merasa mendapatkan tuntutan pekerjaan yang tinggi.

Kesimpulan Teori Motivasi dan Kebutuhan McClelland

Para manajer dan pimpinan perusahaan membutuhkan pengetahuan yang cukup luas untuk dapat memotivasi karyawannya. Dengan cara motivasi yang tepat, maka berbagai hal bisa dihemat oleh perusahaan, misalnya saja waktu, biaya, energi, dan lainnya. Motivasi dengan cara yang tepat akan menghasilkan produktifitas, sebaliknya jika caranya tidak tepat justru akan membuang banyak sumber daya atau malah bisa mendemotivasi.
Artikel blog motivasi diri yang membahas penelitian McClelland ini menawarkan sebuah pendekatan yang cukup membantu memetakan orang di dalam perusahaan dalam menambah motivasi kerja. N-Ach, n-Pow, n-Affil adalah tiga hal yang menurut McClelland merupakan intisari dari kebutuhan seseorang di tempat kerjanya. Penelitian McClelland ini berhubungan dengan teori-teori psikolog motivasi lain seperti John Adair, Benziger, Blancard, McGregor, maupun Herzberg.

4. teori motivasi Frederick Herzberg

Metode penelitian Herzberg tergolong revolusioner pada zamannya. Ia menggunakan pertanyaan terbuka dan hanya menggunakan sedikit asumsi. Ia fokus pada pendalaman dan analisis data. Sebelumnya ia sudah menggunakan metode penelitian ini. Metode penelitian ini ia gunakan sebelumnya dalam pemilihan personel udara untuk kebutuhan perang dunia tentara Amerika Serikat. Pada zamannya, bahkan hingga kini, jauh lebih populer untuk mengumpulkan data lewat pertanyaan tertutup atau pilihan ganda. Herzberg meyakini bahwa data akan jauh lebih banyak tergali lewat metode pertanyaan terbuka.
Dalam penelitiannya, Herzberg membandingkan penelitiannya dengan 155 penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan dari 1920 sampai dengan 1954 itu memiliki topik yang sama, yaitu penelitian atas sikap terhadap pekerjaan. Dengan pengalamannya yang tinggi dan persiapan yang matang, membuat penelitian Herzberg kaya akan data dan informasi.
Buku Herzberg fenomenal Herzberg tersebut kemudian diperluas dengan buku tentang teori motivasi yang ia terbitkan berikutnya. Buku yang ia terbitkan berikutnya antara lain adalah “Work and the Nature of Man” (1966), “The Managerial Choice” (1982), dan “Herzberg on Motivation” (1983).
Pada tahun 1984, kurang lebih setelah 25 tahun karya pertamanya diterbitkan, ia berkomentar:
“Penelitian awal ternyata telah menghasilkan paling banyak replikasi penelitian dibandingkan dengan penelitian manapun dalam sejarah psikologi industri dan organisasi” (sumber: Institute for Scientific Information)
Seakan tidak ingin berhenti berkarya, Herzberg’s secara efektif berusaha untuk memvalidasi penelitiannya itu. Di dunia modern, teori Herzberg sangat relevan dalam menjabarkan hubungan karyawan/pegawai dengan pihak majikan/pemberi kerja. Teori Herzberg menjadi fundamen atas teori lainnya The Psychological Contract. Teori Herzberg juga menjadi dasar bagi Teori Nudge, sebuah konsep manajemen perubahan yang kuat serta motivasi kerja.
Teori Motivasi Kerja Herzberg dan pengaruhnya
Frederick Herzberg adalah orang pertama yang menunjukkan dalam teori motivasi kerja tentang kepuasan dan ketidakpuasan di tempat kerja. Dan Herzberg menggarisbawahi, bahwa kepuasan dan ketidakpuasan itu hampir selalu muncul dari faktor yang berbeda. Jadi, belum tentu jika faktor ketidakpuasan dalam berkerja hilang, maka seseorang otomatis akan puas dalam bekerja.
Pada 1959, Herzberg menulis bahwa faktor-faktor yang memotivasi orang di tempat kerja itu berbeda dan tidak selalu berkebalikan dari faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan. Prinisp inilah yang menjadi fundamen dalam teori motivasi dan kepuasan kerja oleh Frederick Harzberg.
“Kita dapat paparkan… bahwa hal-hal yang membuat orang puas dalam bekerja terkait dengan faktor bagaimana pekerjaan itu dilakukan. Sedangkan hal-hal yang membuat orang tidak puas dalam bekerja terkait dengan bagaimana seseorang memaknai pekerjaannya”
Untuk lebih jelasnya, mari kita simak gambar berikut:
businessball.com
Ternyata dari penelitian Herzberg ditemukan bahwa, jika faktor kepuasaan dihilangkan, belum tentu menjadi faktor ketidakpuasan. Dan apabila faktor ketidakpuasan dihilangkan, belum tentu menjadi faktor pemicu kepuasan. Orang termotivasi kerja, tidak bisa dikarenakan faktor demotivasinya dihilangkan. Dan orang yang terdemotivasi dalam bekerja, belum disebabkan karena tidak adanya faktor motivasi kerja.
Ilustrasi Teori Motivasi Kerja Higiene Frederick Herzberg
Untuk lebih jelasnya, mari kita berikan contoh. Katakanlah kita memiliki tokoh bernama Joko. Joko ternyata merasa mendapatkan banyak pencapaian ketika bekerja, dengan demikian ia merasa puas dan termotivasi dalam berkerja. Namun, jikapun Joko ternyata tidak mencapai prestasi kerja apapun, itu tidak secara langsung membuat Joko mutung dan terdemotivasi dalam bekerja.
Lain lagi dengan tokoh kita bernama Yusuf. Yusuf mendapatkan banyak pengakuan di tempat kerjanya. Dikarenakan pengakuan dari lingkungan itu, Yusuf sangat termotivasi dalam bekerja. Namun, bukan berarti jika tidak ada satupun orang yang memberikan pengakuan ke Yusuf, sekonyong-konyong Yusuf akan terdemotivasi (walaupun ada kemungkinan juga dia terdemotivasi).
Selain Joko dan Yusuf, ada lagi seorang karyawati bernama Rani. Sebagai pegawai, Rani sangat memperhatikan kebijakan perusahaan. Dia memperhatikan kebijakan gaji, kebijakan cuti, serta kebijakan lainnya. Rani sangat rajin mendemo perusahaan jika dia merasa terdiskriminasi dalam hal gaji, jatah libur, jatah cuti, dan jatah-jatah lainnya. Namun kemudian, jikapun perusahaan membuat kebijakan yang pro terhadap Rani, itu tidak akan membuat Rani termotivasi untuk berkerja dengan giat. Kebijakan perusahaan yang kondusif itu cuma menghilangkan rasa demotivasi Rani, tapi tidak memotivasi Rani.
Dari ilustrasi di atas, jelas sudah bahwa belum tentu jika faktor demotivasi dihilangkan, maka seseorang akan termotivasi. Namun, memang benar ada sedikit kecenderungan, apabila faktor yang memotivasi itu dihilangkan, justru akan membuat orang terdemotivasi.
Sekilas tampak bahwa ternyata jauh lebih mudah mendemotivasi orang dibandingkan memotivasinya. Cukup hilangkan faktor yang memotivasi dan atau timbulkan faktor yang mendemotivasi, maka seseorang akan tidak puas di tempat kerja. Namun jika perusahaan atau tempat kerja ingin membuat orang puas di tempat kerja, mereka harus menghilangkan faktor demotivasi DAN menghadirkan faktor yang memotivasi. Pemisahan dua faktor inilah yang akhirnya membuat teori Herzberg juga dikenal sebagai Teori Hygiene.
Motivation dan Hygiene Factor dalam Teori Motivasi Kerja Herzberg
Lalu apa sajakah faktor yang memotivasi dan mendemotivasi itu? Faktor apa sajakan yang bermain dalam teori higiene ini? Mari kita perhatikan gambar berikut:
businessball.com
Herzberg dalam Teori Motivasi Kerja Higiene nya, menyatakan ada dua faktor yang harus diperhatikan. Yang harus diperhatikan pertama adalah faktor pemotivasi dan faktor higiene. Yang menimbulkan motivasi adalah faktor pemotivasi. Sedangkan faktor higiene berfungsi sebagai pemenuhan keinginan dasar pekerja saja namun tidak sebagai pemotivasi.
Menurut Herzberg, manusia memiliki dua set kebutuhan; yang pertama adalah sebagai makhluk yang ingin menghindari rasa sakit, dan kedua sebagai manusia yang ingin tumbuh secara psikologis.
Kita bisa meminjam ilustrasi nabi Adam. Nabi Adam berada di surga dengan jaminan atas makanan, kehangatan, perlindungan, keamanan dan lainnya. Bagi Adam, hal tersebut adalah faktor higiene. Sedangkan misalnya saja Ibrahim, dia bergerak meruntuhkan sesembahan semu kaumnya, sembari membangun peradaban di lingkungannya. Apa yang Ibrahim lakukan ini merupakan contoh dari kebutuhan pengembangan diri, yang tentunya menurut Herzberg masuk dalam faktor motivasi.
Ide-ide Herzberg’s sangat berhubungan dengan manajemen modern terkait etika dan tanggung jawab sosial. Teorinya juga berhubungan langsung dengan teori kontrak psikologis. Ini luar biasa. Herzberg membawa perspektif baru dalam pengelolaan organisasi modern. Teori Herzerg digunakan pemimpin hari ini untuk memahami tentang bagaiman manusia bekerja dan berkembang.
Jika seseorang memahami teori Herzberg dengan tepat, maka teori ini tidak semata digunakan untuk meningkatkan profitabilitas semata. Pemahaman atas Faktor Higiene dan Motivasi ini seharusnya menjadi dasar dari pemimpin untuk memahami manusia dengan benar. Pemahamannya digunakan untuk mengelola manusia sebagaimana manusia harus dikelola.
Jika perusahaan tidak memahami Teori Motivasi-Higiene ini dengan benar, maka kebijakan yang diambil tidak akan efektif. Pemimpin yang tidak efektif hanya akan membuang energinya pada faktor hygiene, padahal ia bertujuan untuk memotivasi kasyawannya. “Gaji sudah besar, tapi kok masih gak termotivasi”, begitu gumam salah satu manajer HR yang bodoh. Dia tidak sadar, bahwa faktor yang memotivasi itu bukanlah uang semata.
Contoh Faktor Higiene ini sendiri antara lain:
1.    Kebijakan Perusahaan;
2.    hubungan karyawan-piminan
3.    kondisi lingkungan kerja
4.    gaji
5.    fasilitas mobil perusahaan
6.    status
7.    keamanan dan kepastian kerja
8.    hubungan dengan bawahan; dan
9.    kehidupan pribadi
Sedangkan Faktor Motivasi yang amsuk dalam penelitian Herzberg antara lain:
1.    Pencapaian di tempat kerja;
2.    Pengakuan sekitar;
3.    pekerjaannya itu sendiri;
4.    tanggung jawab kerja; dan
5.    kesempatan untuk berkembang
Pengaruh Uang Terhadap Motivasi Kerja Menurut Teori Motivasi Kerja Herzberg
Pertanyaan ini seperti ini sering muncul ketika membahas penelitian dan teori Herzberg. Untuk masalah uang, Herzberg mengakui bahwa uang atau gaji atau penghasilan merupakan faktor yang cukup kompleks. Uang di satu sisi bisa menjadi sebuah faktor pemotivasi, ketika uang dimaknakan sebagai sebuah bentuk prestasi dan pengakuan.
Menurut Herzberg, tingkatan gaji yang diterima seorang karyawan diartikan sebagai urutan stratea dalam organisasi. Gaji yang tinggi dimaknai dengan posisi yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Namun, gaji itu sendiri hanya akan menjadi faktor pemotivasi untuk jangka pendek. Untuk jangka panjang, gaji menjadi relatif. Dalam jangka panjang, yang menerima gaji besar pun akan merasa menerima gaji yang sedikit.
Di sisi lain, Herzberg juga menyatakan bahwa gaji juga menjadi Faktor Higiene bagi sebagian orang yang lain. Terutama bagi karyawan di level bawah, gaji atau upah yang mereka terima hanya sekedar menjadi faktor yang membuat mereka tidak terdemotivasi saja. Namun, gaji atau upah, belum bisa menjadi faktor yang memotivasi.
Dengan pertimbangan tersebut, akhirnya disimpulkan oleh Herzberg bahwa uang atau gaji atau penghasilan atau upah lebih condong masuk ke dalam Faktor Higiene. Meskipun Herzberg berpendapat demikian, ternyata masih banyak yang menganggap gaji sebagai faktor motivasi utama.
Nyatanya dari banyak survei dan penelitian yang telahberulang kali dilakukan, menunjukkan bahwa banyak hal lain yang lebih bisa memotivasi daripada uang. Sebagai contoh, dalam sebuah survei pada tahun 2004 atas 1.000 staf perusahaan, mengungkapkan bahwa meskipun telah digaji dengan layak banyak akhirnya diantara mereka yang meninggalkan perkerjaannya. Hal ini dikarenakan kebosanan, tidak adanya komitmen dan tidak adanya kepemilikan pada pekerjaannya. Sehingga bisa disimpulkan, uang bukanlah faktor yang cukup memotivasi seseorang.
Di sisi lain, banyak orang yang begitu menikmati dan merasa terikat dengan pekerjaan yang dijalaninya. Ada diantara mereka pekerja dan ada juga yang menjalankan bisnisnya sendiri. Mereka mengejar impian yang mereka tentukan sendiri. Ada hal yang begitu memotivasi mereka, dan itu bukanlah karena uang.
Uang memang penting. Dengan uang maka beberapa kebutuhan dasar seseorang bisa terpenuhi. Standar kehidupan yang layak seringkali perlu dicapai dengan memiliki sejumlah uang. Namun sekedar mendapatkan uang tidak akan membuat seseorang melakukan lompatan-lompatan peradaban. Ada faktor motivasi lain yang membuat seseorang menjalankan hal-hal yang luar biasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Identifikasi Ciri-Ciri Organisasi Palang Merah Remaja

PT.TIMAH.TBK

Management By Exception